A. Definisi
Asma bronkhial adalah mengi berulang atau batuk persisten dalam keadaan di mana
asma adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab lain yang lebih jarang
telah disingkirkan. Insidensi asma dalam kehamilan adalah sekitar o,5-1%
dari seluruh kehamilan.
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri
bronkospasme periodik(kontraksi spasme pada saluran nafas).(iman somantri,
2008).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana
trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu
(smeltzer, suzanne c,2002).
B. Etiologi
Belum diketahui. Faktor pencetus adalah alergen, infeksi ( terutama saluran
napas bagian atas ), iritan, cuaca, kegiatan jasmani, refluks, gastroesofagus,
dan psikis.
1. Alergen
Yaitu protein, serbuk sari, spora jamur, bulu halus, bulu binatang, makanan,
debu, dll.
2. Infeksi saluran nafas
Berupa virus respiratori synchitial virus (RSV) dan virus influenza.
3. Iritasi
Bisa didapatkan dari hairspray, minyak wangi, asap rokok, bau asam dari cat dan
polutan udara, air dingin dan udara dingin.
4. Perubahan cuaca yang ekstrim
5. Refleks gastroesopagus
Yaitu iritas trakeobrinkhiale oleh isi lambung.
6. Aktifitas yang berlebihan
7. Psikologis/emosional
8. Obat-obatan
9. Linkungan kerja
10. Polusi udara
11. Pengawet makanan.
C. Patofisiologi
Infeksi merusakan dinding bronkhials, sehingga akan menyebabkan struktur
penunjang dan meningkatnya produksi sputum kental yang akhirnya akan menobstruksi
bronkus. Dinding secara permanen menjadi distensi oleh batuk yang berat.
Infeksi meluas ke jaringan peripbronkial, pada kondisi ini timbulah saccular
bronchiectasis. Setiap kaliu dilatasi sputum kental akan berkumpul dan akan
menjadi abses paru, eksudat keluar secara bebas melalui bronkus. Bronkietasis
biasanya terlokalisasi dan mempengaruhi lobus atau segmen paru lobus bawah
merupakan area yang Paling sering terkena.
Retensi dari sekret dari sekret dan timbul obstruksi pada akhirnya akan
menyebabkan obstruksi dan colaps (atelektasis) alveoli distal. Jaringan parut
(fibrosis) terbentuk sebagai reaksi peradangan akan menggantikan fungsi dari
jaringan paru. Pad asaat ini kondisi klien berkembang ke arah insufiensi
pernapasan yang di tandai dengan menurunnnya kapasityas vital (vital capacity),
penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio residual volume terthadap kapasitas
total paru. Terjadi kerusakan pertukaran gas dimana gas inspirasi saling
bercampur dan juga terjadi hipoksemia.
Pencetus serangan yaitu berupa alergen, emosi, stress, obat-obatan, infeksi,dll
dapat menimbulkan reaksi antigen dan antibodi kemudian dikeluarkannya substansi
vasoaktif/sel mast ( histamin, bradikinin, anafilatoksin, prostaglandin),
setelah itu terjadi kontraksi otot polos (bronkospasme), peningkatan
permeabilitas kapiler (adema, mukosa, hipersekresi), dan sekresi mukus
meningkat kemudian obstruksi saluran nafas yang menyebabkan batuk, dispnea, dan
mengi.
D. Manifestasi Klinis
1. Dispnea parah dengan ekspirasi memanjang
2. Wheezing
3. Batuk produktif, kental dan sulit keluar
4. Penggunaan otot bantu napas
5. Sianosis, takikardia, gelisah dan pulsus paradoksus
6. Hiperkapnia
7. Anoreaksia
8. Diaporesis
Karakteristik gejala dari bronkiektasi antara lain sebagai berikut.
1. Batuk kronik dan produksi sputum purulen kehitaman
2. Sejumlah besar dari klien mengalami hemoptisis ( 50-70%
kasus dan dapat disebabkan oleh perdarahan mukosa jalan napas yang rapuh atau
adanya inflamasi ).
3. Pneumonia berat
4. Clubbing finger, terjadi akibat insufisiensi pernapasan.
5. Asimptomatik, pada beberapa kasus.
Bronkietaksis tidak dapat secara cepat di diagnosis, karena gejala-gejalanya
mukin akan menyerupai brongkitis kronis. Tanda yang definitif dari bronkiektasis
adalah riwayat batuk produktif dalam waktu jangka lama, dengan sputum yang
secara tetap negatif terhadap basil turberkel. Diagnosis ditegakkan berasalkan
hasil bronkografi, brokoskopi, CT-Scan yang akan menunjukkan ada tidaknya
dilantasi bronkeal.
Pada anak yang rentan, inflamasi di saluran nafas ini dapat menyebabbkan
timbulnya episode mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan,dan batuk.
Khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan
penyempitan jalan nafas s dapat menunjang diagnosis asma. Dalam sekutum dapat
di temukan kristal carcot-leyden dan spiral Curshman. Uji tiberkulin penting
bukansaja karana di indonesia mqasih banyak tuberkulosis,tetapi jika ada
tuberkulosis dan tidak di obti,asamanya mungkin akan sukr di kontrol.
Penatalaksanaan
Hindari factor pencetus seperti infeksi saluran nafas atas elrgi udara
dingin, dan factor pesikis gunakan obat local seperti aminofilin atau
kortikosteroid inhalasi atau oral pada serangan asma ringan. Obat anti asma
modern umumnya tidak berpengaruh negative terhadap janin selama di gunakan
sesuai dengan anjuran dokter, kecuali adrenalin. Adrenalin mempengaruhi
pertumbuhan janin akibat penyempitan pembuluh darah ke janin yang dapat
mengganggu oksigenisasi pada janin tersebut. Namun, harus diingat aminofilin
dapat menyebabkan penurunan kontraksi uterus.
Pada serangan asma akut, penangan sama dengan wanita hamil, yaitu berikan
cairan intravena, encerkan cairan sekresi di paru, berikan O2 (setelah
pengukuran PO2, PCO2) sehingga tercapai PO2>60 mmHg dengan kejenuhan 95%
oksigen atau normal, cek bayi, dan berikan obat kortikosteroid.
Pada status asmatikus dengan dengan gagal nafas, jika setelah pengobatan
intensif selama 30-60 menit tidak terjadi perubahan, secepatnya lakukan
intubasi. Berikan antibiotik bila terdapat dugaan terjadi infeksi.
Upayakan persalinan secara spontan. Namun, bila pada pasien berada dalam
serangan, lakukan ekstraksi vakum atau forceps. Seksio sesarea atas indikasi
asma jarang au tak pernah dilakukan. Teruskan pengobatan regular asma selama
proses kelahiran. Jangan diberikan analgesic yang mengandung histamine, tapi
pilihlah morfin atau analgesic epidural. Hati-hati pada tindakan intubasi dan
penggunaan prostaglandin E2 karena dapat menyebabkan bronkospasme.
Dokter sebaiknya memilih obat yang tidak mempengaruhi air susu. Aminofilin
dapat terkandung dalam air susu sehingga bayi mengalami gangguan pencernaan,
gelisah, dan gangguan tidur. Namun, obat antiasma lainnya dan kortikosteroid
umumnya tidak berbahaya karena kadarnya dalam air susu sangat kecil.
Ada 4 tujuan utama dari penatalaksanaan medis pada klien bronkiektasi yaitu
sebagai berikut:
a. Menemukan dan menghilangkan masalah yang mendasari
b. Memperbaiki kebersihan secret trakeobronkial
c. Engendalikan infeksi, khususnya pada masa eksaserbasi akut
d. Memulihkan obstruksi aliran udara pernapasan.
Pengontrolan infeksi dilakukan dengan pemberian obat anti microbial,
berdasarkan hasil uji sensitivitas kultur organisme dari sputum.
Klien mungkin akan diberikan obat antibiotic sel ama bertahun-tahun
dengan tipe antibiotic yang berbeda sesuai dengan perubahan dalam interval.
Postural drainase merupakan dasar dari rencana penatalaksanaan, dikarenakan
drainase pada area bronkiektasis dilakukan dengan menggunakan gaya gravitasi.
Bronkodilator dapat diberikan kepada orang yang juga mengalami penyakit jalan
nafas obstruktif.
Intervensi bedah meskipun sering dilakukan tetapi tindakan ini hanya di
indikasikan untuk klien yang mengalami ekspektorasi sputum yang berlanjut dalam
jumlah besar dan mengalami peneomonia serta hemobtisis berulang pada klien yang
tidak berobat secara teratur.
F. Pemeriksaan penunjang
1 Spirometer
Dilakukan sebelum dan sesudah bronkodilator hirup (nebulizer/inhaler), positif
jika peningkatan VEP/KVP > 20%.
2 Sputum : eosinofil meningkat
3 Eosinofil darah meningkat
4 Uji kulit
5 RO dada
Yaitu patologis paru/komplikasi asma
6 AGD
Terjadi pada asma berat pada fase awal terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PCO2
turun) kemudian fase lanjut normokapnia dan hiperkapnia (PCO2 naik).
Foto dada AP dan lateral. Hiperinflasi paru, diameter anteroposterior membesar
pada foto lateral, dapat terlihat bercak konsolidasi yang tersebar.
Analisis gas darah: hiperkarbia sebagai tanda air trapping, asidosis metabolic,
atau respiratorik. Pemeriksaan deteksi cepat antigen RSV yang dapat
dikerjakan secara bedside